1. Jelaskan perbedaan tiga paradigma penelitian (positivisme, interpretivisme, dan kritisme) !
Jawaban : Apabila membedah positivisme, interpretivisme, dan kritisme dengan sudut pandang filsafat berdasarkan aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis, dapat diturunkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Positivisme : Ontologis, bagi positivisme objek dipelajari independen, dieliminasi dari objek lain, dan dapat dikontrol. Karenanya, objek harus dipecah dalam beberapa variabel-variabel penelitian. Epistemologi, positivisme menuntut pilahnya subjek peneliti serta pendukung penelitian dengan objek yang diteliti agar dapat diperoleh hasil yang objektif. Yang dicari, teori yang mampu menggambarkan semesta apa adanya tanpa keterlibatan nilai-nilai subjektif peneliti. Tujuannya ialah, menyusun bangunan ilmu yang nomothetik, berupaya membangun hukum dari generalisasinya, dimana kebenaran diraih melalui hubungan kausal linear: tiada akibat tanpa sebab dan tiada sebab tanpa akibat. Maka, aksiologis, positivisme menuntut penelitian dan ilmu yang bebas nilai (Dani Vardiansyah,2008:57).
Interpretivisme : Ontologis, interpretivisme menuntut pendekatan holistic, menyeluruh: mengamati objek dalam konteks keseluruhan, tidak diparsialkan, tidak dieliminasi dalam variabel-variabel guna mendapat pemahaman lengkap apa adanya, karena objek tidak mekanistis melainkan humanistis. Epistemologi, interpretivisme menuntut menyatunya subjek dengan objek penelitian serta subjek pendukungnya, karenanya pula menuntut keterlibatan langsung peneliti di lapangan serta menghayati berprosesnya subjek pendukung penelitian. Tidak sebagaimana positivisme yang coba membangun ilmu yang nomothetik, interpretivisme justru membangun ilmu secara ideografik. Aksiologis, penelitian tidak bebas nilai, karena memang tidak ada aspek social yang benar-benar bebas nilai (Dani Vardiansyah,2008:61).
Teori kritis : Ontologis, teori kritis melihat objek melekat pada subjeknya dan karenanya harus dipandang secara kritis. Epistemologis, karena ia mengakui hubungan antara subjek dan objek yang tidak dapat dipisahkan, maka pemisahan antarakeduanya merupakan hal yang dibuat-buat. Untuk mengatasi masalah ini, metodologis, teori kritis mengajukan metode dialog dan komunikasi transformasi guna menemukan kebenaran intersubjektivitas yang hakiki serta bertumpu dengan mengkritisi ideologi dan penguakan motif. Penilaian silang secara kontinu dan pengamatan data secara intensif menjadi cirinya. Hal-hal yang terkait dengan angka-angka kuantitatif tidak dapat dipisahkankan dengan pemikiran, perasaan, dan persepsi orang yang menganalisis. Maka aksiologis, ilmu bukan sesuatu yang netral. Artinya mustahil ilmu bebas nilai. Bagi teori kritis, ilmu memang diciptakan untuk memihak keadaan, kelompok, atau individu tertentu, sesuai yang disukai penggagasnya. Artinya, yang dikejar adalah ilmu yang ideografik (Dani Vardiansyah: 2008:63).
No comments:
Post a Comment