1.Buatlah essay sepanjang tiga halaman mengenai manfaat mempelajari Komunikasi Antar Budaya?
Jawaban : Menurut Tito Edy Priandono M.Si dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Dalam Keberagaman (hal 27-29), manfaat belajar komunikasi antar budaya sangatlah tidak ternilai. Manfaat tersebut terentang dari aspek psikologis, budaya, social, maupun ekonomis. Meskipun tantangan dunia yang semakin beragam dan besar, namun manfaat yang didapat dari komunikasi antar budaya jauh lebih besar. Berkomunikasi dan membangun hubungan dengan orang-orang dari budaya yang berbeda dapat memberikan sejumlah manfaat, yang meliputi (Neuliep, 2011:4-8) :
Pertama, komunikasi antar budaya menciptakan masyarakat yang lebih sehat. Komunitas masyarakat yang sehat diciptakan dari individu-individu yang bekerjasama untuk manfaatkan semua, tidak hanya untuk kepentingan mereka sendiri. Dengan pendekatan komunikasi antar budaya yang terbuka dan jujur, masyarakat dapat bekerjasama meraih tujuan yang bermanfaat untuk semua, tanpa memperhatikan orientasi budaya atau kelompoknya. Menurut Peck, misi utama dari komunikasi manusia adalah seharusnya rekonsiliasi bersama. Ia berpendapat komunikasi efektif dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan hambatan kesalahpahaman yang seringkali memisahkan manusia satu dengan yang lainnya. Komunikasi merupakan basis relasi dari antar manusia (Neuliep,2011:4).
Kedua, komunikasi antar budaya meningkatkan manfaat ekonomi baik yang bersifat local, nasional, maupun international. Kemampuan kita berinteraksi dengan orang berlatarbelakang budaya berbeda baik di dalam maupun di luar Negara memiliki dampak ekonomi, seperti bekerja di perusahaan multi-national dengan gaji tinggi, kedatangan wisatawan meningkatkan perekonomian. Investasi perusahaan multinasional. Hanya melalui komunikasi antar budaya yang sukses, potensi bisnis dapat diwujudkan.
Ketiga, komunikasi antar budaya mengurangi konflik, konflik merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindarkan, dan kita tidak akan pernah bisa menghilankannya. Meskipun begitu, melalui komunikasi antar budaya kita dapat mengurangi dan mengelola konflik. Sering kali konflik dimaknai sebagai ketidakmampuan kita melihat sudut pandang orang lain, khususnya dari budaya yang berbeda. Kita mengembangkan kesimpulan yang bersifat umum tentang mereka (yang sering kali tidak benar) dan tidak mempercayai mereka. Perasaan seperti itu menyebabkan perilaku defensive, yang meningkatkan konflik. Jika kita bisa belajar untuk berpikir dan bertindak secara kooperatif atau tidak agresif dan komunikasi antar budaya responsive, kita bisa secara efektif mengelola dan mengurangi konflik dengan orang lain.
Keempat, komunikasi antar budaya menciptakan pribadi matang melalui peningkatan tolenransi. Ketika seorang individu berkomunikasi dengan pihak lain yang berbeda budaya, individu tersebut belajar lebih mendalam tentang pandangan hidupnya, termasuk di dalamnya mengenai nilai cultural, sejarah, prilaku, dan substansi kepribadian mereka. Ketika hubungan berkembang, kita akan mulai memahami mereka lebih baik mungkin berempati dengan mereka. Satu hal yang akan anda pelajari adalah meskipun budaya anda berbeda, anda sebenarnya memiliki banyak kesamaan, tiap manusia memiliki keinginan dan kebutuhan dasar yang sama, kita hanya memiliki perbedaan bagaimana cara meraihnya.
Pendapat berbeda dikemukakan Hybels dan Weaver (2009:60-62) yang mengklasifikasi manfaat belajar komunikasi antar budaya sebagai berikut :
Pertama, komunikasi antar budaya dapat bermanfaat untuk membantu memahami identitas kita. Keputusan kita mengenai nilai budaya yang akan dianut atau dipertahankan, gaya hidup, orientasi atau bahkan teman yang ingin anda miliki sangatlah dipengaruhi oleh factor rasial, budaya, gender, dan kelas social yang mempengaruhi identitas diri kita. Menurut Samovar et al (2010: 15), komunikasi berperan sangat penting menentukan dalam mendefinisikan identitas kita, hubungan kita dengan orang lain membantu kita memahami siapa diri kita, diman anda berada, dan kemana anda harus diberikan.
Kedua, komunikasi antar budaya membantu meningkatkan kemampuan interaksi personal dan social. Semakin luas sudut pandang kita, kita semakin toleran dan mampu mengakomodasi. Kesempatan memiliki hubungan akrab, diri kita dengan orang yang berbeda. Apakah itu segi umur, kemampuan fisik, gender, etnis, kelas social, agama, ras, dan kebangsaan akan meningkatkan kemampuan kita. Hubungan yang mampu membantu kita belajar tentang dunia kita, menghilangkan steriotip, dan mendapatkan kemampuan baru.
Ketiga, komunikas antar budaya mampu menyelesaikan kesalahpahaman. Belajar tentang komunikasi antar budaya tidak hanya membuka kebutuhan komunikasi dari generasi, tetapi juga menyelesaikan kesalahpahaman, ketidak saling percayaan melalui proses komunikasi yang jujur, terbuka, positif, dan sehat. Orang tidak hanya takut tetapi tidak percaya terhadap orang yang kita ketahui. Kepercayaan hubungan social diraih dari pengetahuan dan pemahaman.
Keempat, komunikasi antar budaya meningkatkan dan memperkaya kualitas peradaban manusia. Mengenal dan menghargai perbedaan budaya sangatlah penting dalam menciptakan kualitas peradaban kita. Peradaban manusia tidak bisa dilepaskan dari konflik seperti perang dunia I,II, perang Vietnam, perang teluk. Kemampuan komunikasi antar budaya bisa mencegah konflik dimasa yang akan datang baik di tingkat intenational maupun di daam negeri.
Kelima, komunikasi antar budaya meningkatkan kemampuan kita menjadi warga Negara dalam konteks komunitas nasional. Kesimpulannya, manfaat utama dari komunikasi antar budaya adalah meningkatkan fenomena komunikasi yang dimediasi secara budaya. Komunikasi antar budaya tidak hanya diperlukan tetapi sebuah syarat keberhasilan dalam masyarakat yang bersifat prularistik. Biaya dari ketidakmampuan ketrampilan tersebut sangatlah beresiko (Teng, 2009:2).
2. Edward T Hall berpendapat bahwa budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya. Jelaskan bagaimana keterkaitan budaya dalam kegiatan komunikasi dan berikan contohnya.
Jawaban : Menurut Alo Liliweri dalam bukunya yang berjudul Prasangka dan Konflik : Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur (hal 361-362), Mengingat betapa kuatnya hubungan antara kebudayaan dan komunikasi, Edward T.Hall (1960) membuat sebuah definisi yang sangat controversial. Kata dia, “Kebudayaan adalah komunikasi dan komunikasi adalah kebudayaan.” Hall sebenarnya mengatakan bahwa hanya manusia berbudaya yang berkomunikasi, dan ketika manusia berkomunikasi dia dipengaruhi oleh kebudayaannya. Manusia menyatakan dan mungkin juga menginterpretasikan kebudayaannya kepada orang lain, dan sebaliknya, orang lain menginterpretasikan kebudayaannya. Kebudayaan memberi pedoman agar kita dapat memulai (termasuk menafsirkan pesan) komunikasi, juga mengajarkan kita mengakhiri komunikasi.
Contohnya pada kasus Prabowo gugat hasil pilpres ke MK yang menghadirkan seorang saksi dari Kampung Awaputu kabupaten Paniai, Papua yang bernama Novela Mawipa dengan gaya bicara orang Papua saat sidang perselisihan hasil pemilu Presiden & Wakil Presiden di MK yang mengundang tawa sejumlah Hakim adalah disaat Patrialis bertanya mengenai jarak TPS dengan lokasi tempat tinggal Novela. Secara spontan, Novela lantas menjawab 300 kilometer. "Dekat, Yang Mulia. Hanya 300 kilometer," kata Novela. "Jarak 300 kilometer dekat? Wah?" celetuk salah seorang wartawan. Mendengar celetuk itu, Novela segera menganulir jawabannya. "Maaf, Yang Mulia, maksud saya 300 meter jaraknya," katanya. Tingkah polah yang ditunjukkan Novela lagi-lagi membuat Patrialis tertawa. Ia pun meminta agar Novela mempertahankan gaya berbicara seperti ini. "Amin, Yang Mulia," ujar Novela.
Sumber : Kompas.com
Contoh diatas menunjukan cara berkomunikasi Novela sangat berkaitan dengan Kebudayaan dan lingkungannya di Papua dan secara tidak langsung Novela telah menginterpretasikan Budayanya dengan cara berkomunikasinya.
3. Edward T Hall mengelompokkan budaya-budaya di dunia ini menjadi dua, yaitu High Context Culture (Budaya Konteks Tinggi) dan Low Context Culture (Budaya Konteks Rendah). Jelaskan kedua istilah tersebut, dan kaitkan dengan budaya masyarakat Indonesia dan berikan contohnya.
Jawaban : Menurut Tito Edy Priandono M.Si dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Dalam Keberagaman (hal 147-153), Hall Mendefinisikan komunikasi atau pesan konteks tinggi yaitu dimana sebagian besar informasi sebenarnya telah berada di orang tersebut, sementara sangatlah kecil bagian pesan yang dikodekan, dijelaskan, dan ditransmisikan (Hall dan Hall, 2001:200).
Budaya konteks tinggi, mengenal proses penghalusan bahasa. Salah satu fungsi penghalusan bahasa untuk mengkritik pihak lain tanpa melukai perasaan yang dikritik. Kritikan mneggunakan bahasa yang vulgar jelas akan dimaknai sebagai serangan personal. Budaya jawa juga memiliki aspek budaya yang berfungsi “menghaluskan” makna bahasa untuk mengurangi rasa malu orang yang dikritik, yaitu bahasa sanepa, peribahasa yang berisi perumpamaan atau metafora tapi justru bermakna terbalik. Secara umum, budaya Indonesia merupakan budaya komunikasi konteks tinggi antara lain jawa, sunda, bali, melayu. Menurut Frans Magniz Suseno, rohaniawan katolik yang telah hidup dibudaya jawa selama puluhan tahun menyimpulkan etika jawa kedalam empat hal yaitu 1) Menghindari konflik terbuka,2) Menghormati semua warga masyarakat sesuai kedudukan social mereka mengakui struktur hierarkis masyarakat,3) Menghindar dari emosi-emosi berlebihan.Sedangkan budaya yang memiliki kecendrungan konteks budaya rendah antara lain Bugis,Batak yang cenderung terbuka dengan kesan perlawanan.
Contoh komunikasi budaya konteks tinggi, ketika Jokowi dikritik menjawab kritikannya dengan bahasa perumpamaan ciri khas budaya jawa, contoh pernyataan dia hanyalah seperti semut kecil yang berhadapan dengan pasukan gajah, pertanyaan ini dikemukakan ketika awal kampanye gubenur DKI melawan Foke. Calon lain itu gajah-gajah semua. Ada dua gubenur dan mantan ketua MPR. Kalau saya hanya semut. Saya itu apa sih dibandingkan mereka.(vivanews.com,21 maret 2012 “Jokowi Calon lain Gajah, Saya Semut”).
Sebaliknya, Basuki Tjahaya Purnama, biasa dipanggil Ahok, merupakan gambaran dari budaya komunikasi politik konteks rendah, dengan bahasa langsung kepada masalah tanpa menggunakan kiasan atau metafora. Contohnya kalimat kritik Ahok terhadap Wakil Ketua DPRD mengenai masalah Tanah Abang Jadi Kalau Wakil Ketua DPRD tidak ngerti Perda, apalagi melanggar Perda. Dia sebenarnya tidak boleh jadi wakil ketua DPRD lagi. (Beritasatu.com,26 Juli 2013 “Ahok Nilai Wakil Ketua DPRD DKI Tidak Tahu Aturan”).
Komunikasi Konteks rendah menggunakan gaya komunikasi sebagai berikut: bersifat dramatis, dominan, besemangat, santai penuh perhatian, terbuka, ramah, penuh perdebatan, dan meninggalkan kesan (Park dan Kim, 2008:47). Contoh masyarakat yang budayanya bertipe konteks rendah antara lain Swiss, Jerman, Amerika Utara, dan Negara-negara Skandinavia. Bagi orang barat yang memiliki ciri pola budaya tingkat rendah, berharap dalam pesan komunikasi besifat detail, jelas, dan pasti. Jika mereka datanya atau informasinya tidak mencukupi, maka mereka akan cenderung bertanya untuk mendapatkan kejelasan. Mereka merasa tidak nyaman dengan ketidak jelasan dan ambiguitas (Hall dalam Qingxue, 2003). Hal ini akan menjadi sumber konflik karena sebaliknya bagi orang timur, diam selalu mengirimkan pesan yang lebih baik daripada kata-kata, seperti pepatah orang indonesia “tong kosong nyaring bunyinya” (Ting-Toomey dalam Qingxue, 2003:24).
4. Mengapa perlu memahami bahasa non verbal suatu budaya ? Jelaskan beserta contoh
Jawaban : Menurut Alo Liliweri dalam bukunya yang berjudul Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya (hal 176-181), Komunikasi nonverbal adalah cara berkomunikasi melalui pernyataan wajah, nada suara, isyarat-isyarat, dan kontak mata. Cara ini memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, apalagi cara ini lebih kuat dari pada interaksi verbal, meskipun harus diakui bahwa perbedaan isyarat membawa perbedaan makna. Perbedaan bangsa, misalnya, dapat ditampilkan melalui isyarat-isyarat khusus maupun emosi khusus. Oleh karena itu, meskipun ada dua orang yang berbeda latar belakang budaya, mereka kadang-kadang menampilkan isyarat dan emosi yang sama, namun mempunyai makna yang berbeda dalam konteks tertentu. Jadi, untuk memahami orang lain, sebaiknya kita memahami dahulu kemampuan nonverbalnya agar komunikatif (Mu Zhiling dan Li Guanghui, 2000).
Beberapa alasan penting mengapa perlu memahami pesan nonverbal, antara lain agar kita mengerti bahwa (1) pesan nonverbal mampu mengkomunikasikan emosi; (2) pesan nonverbal dapat dilihat dengan nyata; (3) Anda tidak dapat berkomunikasi tanpa pesan nonverbal; (4) komunikasi nonverbal berkaitan erat dengan komunikasi verbal.
5. Mengapa Stereotip dianggap menghambat Komunikasi Antar Budaya? Jelaskan beserta contoh.
Jawaban : Menurut Bambang Kaswati Purwo dalam bukunya yang bejudul Kajian Serba Linguistik: untuk Anton Moeliono, pereksa bahasa (hal 157-158), Definisi Stereotip menurut Quasthoff adalah gambaran tentang ciri-ciri khas yang dimiliki orang tertentu atau sekelompok orang. Gambaran ini tidak dibentuk oleh orang atau kelompok tersebut, melainkan dibentuk oleh anggota masyarakat di luar kelompok tersebut (Quassthoff 1973:19). Jadi dari definisi stereotip diatas bisa dilihat jika stereotip merupakan persepsi seseorang yang bersifat subjektif terhadap suatu kelompok orang dan terkadang persepsi tersebut tidak tepat dikarenakan tidak didukung adanya penelitian atau analisis, jadi stereotip bisa dibilang sangat menghambat komunikasi antar budaya karena jika seseorang sudah memiliki pandangan buruk atau salah terhadap budaya suatu kelompok sebelum orang tersebut mengenal budaya kelompok itu maka akan semakin sulit untuk saling menginterpretasikan budaya masing-masing kelompok dan sifat stereotip ini sangat menghambat. Contohnya Stereotip orang etnis Tionghoa sebagai kaum minoritas di masyarakat Indonesia di satu sisi diniali sebagai kelompok budaya yang rajin, pekerja keras, dan pandai berdagang tetapi disisi lain di nilai negatif sebagai kelompok yang culas, pelit, dan menghalalkan segala cara atau karakter Tionghoa ini juga identik dengan stereotip orang Yahudi yang dinilai pintar dan pandai berdagang tetapi dinilai culas, kikir. (Komunikasi Dalam Keberagaman by Tito Edy Priandono M.si, hal 197-198).
No comments:
Post a Comment